Islamedia
- Seorang al-ustadz pernah menyampaikan bahwa “Proses Tarbiyah ini
harus bisa menghasilkan kader yang imun bukan sekedar kader yang steril,
karena Meningkatkan Imunitas itu sama pentingnya dengan menjaga
sterilitas“.
Dalam konteks pembinaan, kader yang steril adalah kader yang sudah
terbiasa dengan lingkungan yang sudah terjaga, terisolasi dan jauh dari
pengaruh lingkungan buruk. Sedangkan kader yang imun adalah kader yang
sudah dipersiapkan untuk bisa menjaga dan membentengi diri dari pengaruh
lingkungan luar.Ia membangun ‘daya tahan’ terhadap
perubahan konsisi lingkungannya. Kader yang imun sudah terbina untuk
tetap terjaga dalam kondisi dan situasi seperti apapun, hatta ketika
berada pada kondisi terburuk sekalipun. Sehingga ketika ia sudah keluar
dari masa ‘karantina’ atau masa sterilisasi, ia tak mudah terkontaminasi
dengan keadaan sekitar.
Dakwah kampus misalnya, sering kita mendengar bahwa ada aktivis dakwah
kampus yang semasa kuliahnya sangat begitu aktif dalam aktivitas dakwah
bahkan menjadi salahsatu penggeraknya, namun ketika sudah lulus kuliah
dan berada dalam dunia kerja, seakan militansi yang selama ini ada
luntur seketika. Tak ada lagi heroisme yang dulu ada, saat di
kampus merasa begitu haus akan ilmu, berjalan mengunjungi satu majlis ke
majlis lainnya di kampus. Namun, setelah lingkungan barunya tidak
menyediakan fasilitas serupa, semangat menuntut ilmupun dengan
sendirinya semakin memudar. Enggan mendatangi majlis ilmu dengan alasan
kerja atau keluarga. Seorang ikhwan misalnya, bila yang
dibangun semasa di kampus hanya pada tataran sterilisasi diri dari
pergaulan maka akan terjadi shock culture dan bisa jadi membawanya pada
kondisi kefuturan. Atau pada diri akhwat, bila tak meningkatkan imunitas
saat masa-masa penanaman ideology di kampus aka nada kemuungkinan
misalnya, semakin memperkecil atau memendekkan jilbab
yang dipakainya.
Oleh karenanya, penting dibangun sebuah imunitas dalam diri seorang
aktivis dakwah, agar kapan dan dimanapun ia berada, ia tetap bisa
mewarnai lingkungan, bukan terwarnai oleh lingkungannya. Yakhtalitu
walakin yatamayyazun. Seorang kader bisa mewarnai bukan terwarnai.
Kadang ada diantara kita yang sudah terlanjur merasa nyaman dengan
lingkungannya, sehingga ketika memasuki dunia baru yang mungkin bertolak
belakang, ia tak mampu menjaga keistiqomahannya seperti dalam
lingkungan yang homogen tadi.
Akan tetapi, jangan sampai kita cukup berhenti dalam lingkungan steril
itu. Karena, mau tidak mau, suatu saat kita pasti akan dihadapkan pada
sebuah lingkungan dimana tingkat heterogenitasnya tinggi. Orang-orang
dengan berbagai karakter dan worldview yang berbeda akan membaur
membentuk suatu komunitas baru yang mungkin termasuk kita di dalamnya.
Wallahu A’lam bish showwab
Oleh : Jupri Supriadi
by : http://www.islamedia.web.id/2012/06/kader-imun-vs-kader-steril.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar