Senin, 02 Januari 2012

Mencari Dunia yang hilang di Empe Awee, bagian ke-4


(Catatan perjalanan  di education camp 4 LDK Fosma Unsyiah)
Oleh : Afriandi C,Sp

            Waktu menunjukkan pukul 02.00 subuh, kepulan asap dan tawa menghiasi para panitia dan trainer ikhwan education camp, ditengah dinginnya hawa pengunungan Empe Awee mencoba mengeluarkan kemampuannya memasak ayam bakar, hadiah dari akh Ujang yang tadi pagi baru saja di wisuda.
            Di dalam aula tampak Akh Irfan tengah mengiris bawang dan cabe rawit untuk membuat acar, beberapa ada yang mengobrol dan ada yang tertidur lelap di bangku panjang. Kesibukan luar biasa tampak di luar dengan berbekal peralatan sederhana mereka mencoba membakar ayam.
            Dalam kondisi tanpa pecahayaan yang memadai alias remang-remang, semangat membakar ayam kian mengebu-gebu. Apalagi sang koki akh fahri dengan tangan dinginnya menyelesaikan tugasnya. Tampak beberapa hasil eksperimen terbilang sukses. Ayam bakarnya menjadi gosong semua atau istilah kami saat itu “ AYAM KARBON” .
            Beberapa ada yang menyeletuk, wah saingannya ustad parno nih, Ayam lepas uda ada, trus ada ayam tangkap, ayam kejar, ayam tabrak, nah yang ini baru mantap, pertama di dunia Ayam Karbon, mengandung 80% Karbon dan 20% Gizi. Spontan tawa meledak dianatara kami yang tengah memanggang.
            Perjuangan pun berakhir, saatnya menikmati hasil, jam menujukkan pukul 3 subuh, “ayo bangun semua”  Ayam nya uda jadi nie… sontak beberapa panitia yang tertidur  pun terbangun. Dengan mata yang masih merem melek mencoba bangkit dari tempat peristirahatan bergegas bergabung dengan kami yang sudah stand by di meja makan.
            Saya mencari piring ternyata tidak dapat mengingat piring yang ada di meja kotor semua, usai makan bubur tadi malam. Kondisi tersebut diperparah dengan ketiadaan air, namum itu tidak menyurutkan semangat para ikhwan untuk menghabiskan semua ayam bakar.
            Dengan menggunkan tutup Tupperware bekas wadah sayur lumayan bisa makan sepiring bertiga dengan tutup tersebut, saya menuangkan nasi putih yang sudah keras dan dingin  lalu mengambil ayam karbon dan menuangkan acar kecap yang lumayan pedas, rasa terharu alias menangis tatkala cabe rawit menyentuh lidah, wow pedesnyaaaaa…hikks.hikss menyentuh ke hati.
            Kehebohan terjadi lagi, persediaan air di aula sangat minim, sontak para ikhwan pun kelimpungan mencari air, ada yang mondar mandir keluar masuk aula untuk mencari air. Alhasil subuh itu para panitia dan trainer makan ayam sambil kepedasaan. Saya mencoba mengurangi rasa pedas di lidah dengan menguyah nasi putih, sontak teringat pelajaran biologi waktu SMA kalau nasi mengandung sukrosa, tapi manjur juga uda kondisi genting seperti ini.
            Waktu terus berlanjut suasana sisa peperangan makan “ayam karbon” masih berceceran di TKP, tanpa ada komando semua panitia dan trainer mengamankan area aula supaya besok pagi tidak di investigasi oleh panitia akhwatnya. Usai kegiatan tersebut saya kembali ke mess sambil menunggu waktu subuh.
(bersambung ke bagian ke lima, insya Allah segera di posting)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar