Rabu, 24 April 2013

Telat Nikah = Gagap Bersyariat


Oleh : Nandang Burhanudin 
"Assalamu'alaikum ... Apa kabar ustadz ... sudah berapa putra?", seorang anak muda terengah menghampiri.
"Waalaikum salam ... kabar baik akhi ... putra 2, 2 putri. Alhamdulillah, dari dua bibit", ungkap sang ustadz sembari mengulurkan tangan menyalami.
"Waduh .. subhanallah ... alf mabruuk ya tadz .. semoga makin berkah dan berlimpah ...", ungkapnya.
"Hadzaa min fadhli Rabbi ... walhamdulillah ... ngomong2 sudah berapa putra?"
"He he ... nikah aja belum, apalagi putra ..." ia menunduk.

"Lho kok bisa? Bukannya dah deket kepala 3 ya?"
"Ya .. ya .. ya .. masih banyak urusan tadz ..", ia menghela napas.

"Ooo ... jadi kalau nikah dan berkeluarga bukan urusan ya?" tanya sang ustadz mendesak.
"Ya .. ya .. ya ..urusan juga sih tadz .." ia gagap.

"Gini akhi ... segala sesuatu itu akan nikmat jika pas waktunya. Ketika pria dikhitan, bayangkan jika sudah terlewat waktu? Makanya Islam mensiratkan khitan itu saat usia belum wajib disuruh shalat. Karena saat baligh, ia harus fokus menimba ilmu dan pengalaman. Baru saat dewasa, ia sudah siap memimpin dunia ... mulai dari memimpin keluarga. Gimana bisa memimpin duania, kalau menikah aja belum terbukti!", jelas sang ustaz.

"Waduh ... ", anak muda itu memegang kepala. Nampak penyesalan menggelayuti raut mukanya.

"Berapa kerugian saat seorang anak muda telah menikah? Banyak bukan? Salah satunya adalah: terhambatnya kelahiran generasi-generasi baru yang diharapkan jika dididik secara benar, bisa menjadi asset berharga bagi kebangkitan umat. Itulah spirit juang warga Palestina, menikah cepat, bernanak banyak, dan beristri empat ... Allahu Akbar .." sang ustadz penuh semangat.

"Oooh ... pantesan ustadz sudah 4 anak dari dua bibit ya tadz ...", ujar anak muda penuh semangat.

"He he ... belum ... 2 bibit itu saya dan istri saya ... he he ...." sang ustadz tersipu malu.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar