"Selamat pagi, sahabat kompasiania kesempatan kali ini kita akan bahas isu yang sedang hangat di bicarakan yaitu terkait kebijakan Pemerintah untuk menaikan harga BBM dengan dalih ” APBN 2012 JEBOL” yang saya dapat pastikan itu hanyalah sebuah kebohongan dari Pemerintah rezim SBY saat ini. Data ini saya Dapatkan Dari sahabat saya Iwan Piliang seorang Citizen Reporter yang menghadiri Seminar oleh Institut Bisnis dan Informatika Indonesia (IBII) pada tanggal 21 Maret 2012 yang di pelopori oleh Kwik Kian Ge dan Prof Kurtubi.
Dalam paparan ini saya memberlakukan penyederhaan atau
simplifikasi dengan maksud untuk memperoleh gambaran yang sangat jelas tentang
esensinya saja.
Maka saya mengasumsikan bahwa semua minyak mentah Indonesia
dijadikan satu jenis BBM saja, yaitu bensin Premium. Metode ini sering
digunakan untuk memperoleh gambaran tentang esensi atau inti permasalahannya.
Metode ini dikenal dengan istilah method
of decreasing abstraction, terutama kalau dilanjutkan dengan
penyempurnaan dengan cara memasukkan semua detil dari data dan kenyataan, yang
dikenal dengan istilah putting
the flesh on the bones.
Cara perhitungan yang saya lakukan dan dijadikan dasar
untuk paparan hari ini ternyata 99% sama dengan perhitungan oleh Pemerintah
yang tentunya sangat mendetil dan akurat.
Dengan data dan asumsi yang sama, Pemerintah mencantumkan kelebihan uang
tunai sebesar Rp. 96,8 trilyun, dan saya tiba pada kelebihan uang tunai sebesar
Rp. 97,955 trilyunberikut ini penjelasannya saya uraikan lebih spesifik :
Kepada masyarakat diberikan gambaran bahwa setiap kali
harga minyak mentah di pasar internasional meningkat, dengan sendirinya
pemerintah harus mengeluarkan uang esktra, dengan istilah “untuk membayar
subsidi BBM yang membengkak”.
Harga minyak
mentah di pasar internasional selalu meningkat. Sebabnya karena minyak mentah
adalah fosil yang tidak terbarui (not
renewable). Setiap kali minyak mentah diangkat ke permukaan bumi,
persediaan minyak di dalam perut bumi berkurang. Pemakaian (konsumsi) minyak
bumi sebagai bahan baku BBM meningkat terus, sehingga permintaan yang meningkat
terus berlangsung bersamaan dengan berkurangnya cadangan minyak di dalam perut
bumi. Hal ini membuat bahwa permintaan senantiasa meningkat sedangkan
berbarengan dengan itu, penawarannya senantiasa menyusut.
Sejak lama para
pemimpin dan cendekiawan Indonesia berhasil di “brainwash” dengan sebuah doktrin yang mengatakan
: “Semua minyak mentah yang dibutuhkan oleh penduduk Indonesia harus dinilai
dengan harga internasional, walaupun kita mempunyai minyak mentah sendiri.”
Dengan kata lain, bangsa Indonesia yang mempunyai minyak harus membayar minyak
ini dengan harga internasional.
Harga BBM yang
dikenakan pada rakyat Indonesia tidak selalu sama dengan ekivalen harga minyak
mentahnya. Bilamana harga BBM lebih rendah dibandingkan dengan ekivalen harga
minyak mentahnya di pasar internasional, dikatakan bahwa pemerintah merugi,
memberi subsidi untuk perbedaan harga ini. Lantas dikatakan bahwa “subsidi”
sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan oleh pemerintah, sedangkan
pemerintah tidak memilikinya. Maka APBN akan jebol, dan untuk menghindarinya,
harga BBM harus dinaikkan.
Pikiran tersebut
adalah pikiran yang sesat, ditinjau dari sudut teori kalkulasi harga pokok
dengan metode apapun juga. Penyesatannya dapat dituangkan dalam angka-angka
yang sebagai berikut.
Harga bensin
premium yang Rp. 4.500 per liter sekarang ini ekivalen dengan harga minyak
mentah sebesar US$ 69,50 per barrel. Harga yang berlaku US$ 105 per barrel.
Lantas dikatakan bahwa pemerintah merugi US$ 35,50 per barrel. Dalam rupiah,
pemerintah merugi sebesar US$ 35,50 x Rp. 9.000 = Rp. 319.500 per barrel. Ini
sama dengan Rp. 2009, 43 per liter (Rp. 319.500 : 159). Karena konsumsi BBM
Indonesia sebanyak 63 milyar liter per tahun, dikatakan bahwa kerugiannya 63
milyar x Rp. 2009,43 = Rp. 126,59 trilyun per tahun. Maka kalau harga bensin
premium dipertahankan sebesar Rp. 4.500 per liter, pemerintah merugi atau
memberi subsidi sebesar Rp. 126,59 trilyun. Uang ini tidak dimiliki, sehingga
APBN akan jebol.
Pikiran yang
didasarkan atas perhitungan di atas sangat menyesatkan, karena sama sekali
tidak memperhitunkan kenyataan bahwa bangsa Indonesia memiliki minyak mentah
sendiri di dalam perut buminya.
Pengadaan BBM
oleh Pertamina berlangsung atas perintah dari Pemerintah. Pertamina
diperintahkan untuk mengadakan 63 milyar liter bensin premium setiap tahunnya, yang
harus dijual dengan harga Rp. 4.500 per liter. Maka perolehan Pertamina atas
hasil penjualan bensin premium sebesar 63.000.000.000 liter x Rp. 4.500 = Rp.
283,5 trilyun.
Pertamina disuruh membeli dari:
Pemerintah
|
37,7808 milyar liter
|
dengan harga Rp. 5.944/liter =
|
Rp. 224,5691tr
|
Pasar internasional
|
25,2192 milyar liter
|
dengan harga Rp. 5.944/liter =
|
Rp. 149,903 tr
|
Jumlahnya
|
63 milyar liter
|
dengan harga Rp. 5.944/liter =
|
Rp. 374,4721 tr
|
Biaya LRT
|
63 milyar liter @Rp. 566
|
Rp. 35,658 tr
|
|
Jumlah Pengeluaran Pertamina
|
Rp. 410,13 tr
|
||
Hasil Penjualan Pert
|
63 milyar liter @ Rp. 4.500
|
Rp. 283,5 tr
|
|
PERTAMINA DEFISIT/TEKOR/KEKURANGAN TUNAI
|
Rp. 126,63 tr.
=============
|
Tabel di atas
menunjukkan bahwa setelah menurut dengan patuh apa saja yang diperintahkan oleh
Pemerintah, Pertamina kekurangan uang tunai sebesar Rp. 126,63 trilyun.
Pemerintah menambal defisit tersebut
dengan membayar tunai sebesar Rp. 126,63 trilyun yang katanya membuat jebolnya
APBN, karena uang ini tidak dimiliki oleh Pemerintah.
Ini jelas bohong di siang
hari bolong. Kita
lihat baris paling atas dari Tabel denga huruf tebal (bold), bahwa Pemerintah menerima
hasil penjualan minyak mentah kepada Pertamina sebesar Rp. 224,569
trilyun. Jumlah penerimaan oleh Pemerintah ini tidak pernah disebut-sebut. Yang
ditonjol-tonjolkan hanya tekornya Pertamina sebesar Rp. 126,63 trilyun yang
harus ditomboki oleh
Pemerintah
Dalam
pembicaraan tentang BBM, kata “subsidi BBM” yang paling banyak dipakai. Kebanyakan
dari elit bangsa kita, baik yang ada
di dalam pemerintahan maupun yang di luar mempunyai pengertian yang sama ketika
mereka mengucapkan kata “subsidi BBM”.
Ketika mulut
mengucapkan dua kata “subsidi BBM”, otaknya mengatakan “perbedaan antara harga
minyak mentah internasional dengan harga yang dikenakan kepada bangsa
Indonesia.” Ketika mulut mengucapkan “Subsidi bensin premium sebesar Rp. 2.009
per liter”, otaknya berpikir : “Harga minyak mentah USD 105 per barrel setara
dengan dengan Rp. 6.509 per liter bensin premium, sedangkan harga bensin
premium hanya Rp. 4.500 per liter”.
Mengapa para
elit itu berpikir bahwa harga minyak mentah yang milik kita sendiri harus
ditentukan oleh mekanisme pasar yang dikoordinasikan oleh NYMEX di New York ?
Karena mereka sudah di brain wash bahwa harga adalah yang berlaku di
pasar internasional pada saat mengucapkan harga yang bersangkutan. Maka karena
sekarang ini harga minyak mentah yang ditentukan dan diumumkan oleh NYMEX
sebesar USD 105 per barrel atau setara dengan bensin premium seharga Rp. 6.509
per liter, dan harga yang diberlakukan untuk bangsa Indonesia sebesar Rp. 4.500
per liter, mereka teriak : “Pemerintah merugi sebesar Rp. 2.009 per liter”.
Karena konsumsi bangsa Indonesia sebanyak 63 milyar liter per tahun, maka
Pertamin merugi Rp. 126,567 trilyun per tahun.
Selisih ini
disebut “subsidi”, dan lebih konyol lagi, karena lantas mengatakan bahwa “subsidi”
ini sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan”.
Kita saksikan mulai maraknya demonstrasi menolak kenaikan
harga bensin premium. Bukan hanya karena kenaikan yang akan diberlakukan oleh
Pemerintah memang sangat memberatkan, tetapi juga karena rakyat dengan cara
pikir dan bahasanya sendiri mengerti bahwa yang dikatakan oleh Pemerintah tidak
benar.
Banyak yang menanyakan kepada saya : Kita punya minyak di
bawah perut bumi kita. Kenapa kok menjadi sedih kalau harganya meningkat ?
Orang punya barang yang harganya naik kan seharusnya lebih senang ?
Dalam hal minyak dan bensin, dengan kenaikan harga di pasar
internasional bukankah kita harus berkata : “Untunglah kita punyak minyak
sendiri, sehingga harus mengimpor sedikit saja.”
KESIMPULAN
Kesimpulan dari paparan kami yalah :
1.
Pemerintah telah melanggar UUD RI
2.
Pemerintah telah mengatakan hal yang tidak benar kepada rakyatnya, karena
mengatakan mengeluarkan uang tunai sebesar Rp. 126 tr, sedangkan kenyataannya
kelebihan uang tunai sebesar Rp. 97,955 trilyun.
3. Dengan
menaikkan premium menjadi Rp. 6.000 per liter, Pemerintah ingin memperoleh
kelebihan yang lebih besar lagi, yaitu sebesar Rp. 192,455 trilyun, bukan
sekedar menutup “bolongnya” APBN.
4. Pertamina
sudah mengambil keuntungan besar dari rakyat Indonesia dalam hal bensin
Pertamax dan Pertamax Plus. Nampaknya tidak rela hanya memperoleh kelebihan
uang tunai sebesar Rp. 97,955 trilyun dari rakyatnya. Maunya sebesar Rp.
192,455 trilyun dengan cara menaikkan harga bensin premium menjadi Rp. 6.000
per liter.
Disampaikan Oleh Kwik Kian Gie
Dalam Seminar oleh Institut Bisnis dan Informatika Indonesia
(IBII) pada tanggal 21 Maret 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar