(Catatan perjalanan di education camp 4 LDK Fosma Unsyiah)
Oleh : Afriandi C,Sp
Tim survey
ikhwan dan akhwat kembali ke titik awal, tempat dimana memakirkan kuda besi
kami. Di antara bukit dan padang rumput yang hijau menyibak semangat ane untuk
berazzam bisa mencapai salah satu puncak bukit di pegunungan Empe Awee.
Saatnya back
to mess, ane bersama dua sarjana muda (Akh Zam dan Akh Ujang) yang dari tadi
kebigungan mencari tumpangan, akhirnya menaiki alias nebeng dengan kereta supra
ane, padahal ane sudah wanti- wanti ke mereka kalo ban belakang kereta ane bisa
bocor di perjalanan karena 3 in 1 dengan mereka.
So bujukan
maut akh Zam n Akh Ujang bikin ane luluh, rasanya saying kalo ditinggalin, mana
messnya jauh lagi… diperjalanan ane jadi ketar –ketir , bocor-ngak ya ban
belakang, sesekali bunyi pelek menyikut batu jalanan, tapi akh Zam n Akh Ujang
cuek bebek, malah asyik ngomong pake bahasa Sunda.
Tak lama
sampailah kami di Mess, segera ane bergabung dengan jamaah makan pagi ;lainnya,
lauk ala kadar sisa2 perjuangan yang penting ada buat ngisiin tenaga sehari
full di lapangan.
***
Jam 09.00 di
lapangan mesjid Empe Awee, Akh Zam mengomandani barisan peserta ikhwan n akhwat
serta memberi petunjuk teknis di lapangan. Ane menunggu instruksi untuk
mengawal barisan peserta di belakang.
Ternyata benar
rombongan peserta akhwat kena “super
trap” jalan lingkar Empe Awee, alhasil panitia akhwat yang mendampingi
barisan adik2nya jadi kelimpungan, segera ane bergegas member tanda ke jalur
utama menuju tempat out-bond,
***
Jam 09.30,
kembali ketitik out-bond, segera merakit game spider web, eh jarring yang ane
buat diambil alih untuk akhwat, gawat waktu tinggal sedikit, para peserta
ikhwan mulai datang ke pos , dengan memutar otak liat kiri kanan Cuma ada tali
tambang 2 utas dan 1 botol aqua, cukup untuk rakit game baru, akh budy jadi
bigung tak kala ane suruh balik adik2 tersebut ke pos utama minta password,
padahal strategi ulur waktu untuk rakit game yang ane beri nama “ Mini Titian
Sirrah” (game yang aneh -____-! ).
Peserta ikhwan
kembali ke pos ane, dan game siap di mulai, arahan sedikit dari ku buat
peserta, karena teknis game nya Akh Budy ngak tau, “ adik2, gamenya adalah
membawa botol aqua dari titik A ke titik B diamana cincin tali tidak boleh
menyentuh relnya (tali tambang) dalam waktu 5 menit, dan botol tak boleh
terjatuh jika terjadi kesalahan ulangi kembali, pemenang adalah yang mencapai
titik B sambill bertakbir di puncak.
1…2..3, mulai,
para peserta mulai serius dan akhirnya mereka mencoba game aneh ciptaan ane,
berikutnya juga dialami oleh kelompok ikhwan yang datang berikutnya. Karena
Cuma 2 kelompok, usai juga tugas ane sebagai trainer n jurkun pos tersebut
bersama Akh Budy, kalau yang trainer akhwat mesti lanjut karena pesertanya ada
4 kelompok. Saatnya ane n akh budy bergegas menuju puncak empe awe sambil
mengibarkan bendera fosma di atas sana
***
Angin semilir meniup diantara
daun telingaku, ternyata sampai juga pendakian bersama akhi budi di puncak
bukit empe awe, terlihat dari jauh hilir mudik peserta EC 4 (education camp IV)
mencari pos yang sudah ditentukan oleh trainer, sesekali gema yel-yel peserta
menambah ramai riuh ceria kegiatan hari terakhir EC 4. Disudut lain pemandangan
dari atas bukit terlihat jelas mesjid pesantren berwarna putih di arah barat,
posisinya yang agak tinggi di ikuti perumahan dan komplek sekolah bersusun
bagaikan anak tangga yang bertepi dengan sawah di bawahnya menambah khas
suasana pedesaan yang kini jarang ku lihat di Banda Aceh.
Angin mengalihkan pandanganku
kearah lain, disana terlihat jelas barisan bukit yang dengan pandang rumput
yang gersang disertai lembah yang dipenuhi
pepohonan. Sayang saat itu tidak ada kamera, sepertinya hambar jika tak
mengambil panorama tersebut. Beberapa kali ku coba melepaskan kejenuhan dengan
memencet tuts toa, yang suaranya melengking ke penjuru area. Bang budi langsung
menginstruksikan kepadaku untuk memasang slayer hitam dan pada saat itu juga
bang budi turun ke bawah untuk mengambil konsumsi.
Waktu terus berjalan, awan hitam
mulai bersiap menghampiriku yang sedang duduk manis diatas puncak empe awe
bersama rombongan peserta ikhwan yang berlomba mengambil slayer hitam, ane
sadar ternyata inilah dunia yang hilang
tersebut, bersyukur bahwa tempat ini masih sangat asri belum terjamah tangan2
jahil manusia, ngak kebayang 2020 nanti seperti apa ya, ane rindu suasasna ini.
Suasana di atas bukit empe awee menyanyikan lagu jejak (Izzis) bersama peserta
ikhwan dan trainer lainnya. Langit menangis menemani perjalanan kami turun ke
bumi (maksudnya turun ke bawah).
__THE END__
Tidak ada komentar:
Posting Komentar