Senin, 19 Maret 2012

Mencari Dunia yang hilang di Empe Awee, bagian ke-6 (Habis)


(Catatan perjalanan  di education camp 4 LDK Fosma Unsyiah)
Oleh : Afriandi C,Sp



Tim survey ikhwan dan akhwat kembali ke titik awal, tempat dimana memakirkan kuda besi kami. Di antara bukit dan padang rumput yang hijau menyibak semangat ane untuk berazzam bisa mencapai salah satu puncak bukit di pegunungan Empe Awee.
Saatnya back to mess, ane bersama dua sarjana muda (Akh Zam dan Akh Ujang) yang dari tadi kebigungan mencari tumpangan, akhirnya menaiki alias nebeng dengan kereta supra ane, padahal ane sudah wanti- wanti ke mereka kalo ban belakang kereta ane bisa bocor di perjalanan karena 3 in 1 dengan mereka.
So bujukan maut akh Zam n Akh Ujang bikin ane luluh, rasanya saying kalo ditinggalin, mana messnya jauh lagi… diperjalanan ane jadi ketar –ketir , bocor-ngak ya ban belakang, sesekali bunyi pelek menyikut batu jalanan, tapi akh Zam n Akh Ujang cuek bebek, malah asyik ngomong pake bahasa Sunda.
Tak lama sampailah kami di Mess, segera ane bergabung dengan jamaah makan pagi ;lainnya, lauk ala kadar sisa2 perjuangan yang penting ada buat ngisiin tenaga sehari full di lapangan.
***
Jam 09.00 di lapangan mesjid Empe Awee, Akh Zam mengomandani barisan peserta ikhwan n akhwat serta memberi petunjuk teknis di lapangan. Ane menunggu instruksi untuk mengawal barisan peserta di belakang.
Ternyata benar rombongan peserta akhwat kena “super  trap” jalan lingkar Empe Awee, alhasil panitia akhwat yang mendampingi barisan adik2nya jadi kelimpungan, segera ane bergegas member tanda ke jalur utama menuju tempat out-bond,
***
Jam 09.30, kembali ketitik out-bond, segera merakit game spider web, eh jarring yang ane buat diambil alih untuk akhwat, gawat waktu tinggal sedikit, para peserta ikhwan mulai datang ke pos , dengan memutar otak liat kiri kanan Cuma ada tali tambang 2 utas dan 1 botol aqua, cukup untuk rakit game baru, akh budy jadi bigung tak kala ane suruh balik adik2 tersebut ke pos utama minta password, padahal strategi ulur waktu untuk rakit game yang ane beri nama “ Mini Titian Sirrah” (game yang aneh -____-! ).
Peserta ikhwan kembali ke pos ane, dan game siap di mulai, arahan sedikit dari ku buat peserta, karena teknis game nya Akh Budy ngak tau, “ adik2, gamenya adalah membawa botol aqua dari titik A ke titik B diamana cincin tali tidak boleh menyentuh relnya (tali tambang) dalam waktu 5 menit, dan botol tak boleh terjatuh jika terjadi kesalahan ulangi kembali, pemenang adalah yang mencapai titik B sambill bertakbir di puncak.
1…2..3, mulai, para peserta mulai serius dan akhirnya mereka mencoba game aneh ciptaan ane, berikutnya juga dialami oleh kelompok ikhwan yang datang berikutnya. Karena Cuma 2 kelompok, usai juga tugas ane sebagai trainer n jurkun pos tersebut bersama Akh Budy, kalau yang trainer akhwat mesti lanjut karena pesertanya ada 4 kelompok. Saatnya ane n akh budy bergegas menuju puncak empe awe sambil mengibarkan bendera fosma di atas sana

***
Angin semilir meniup diantara daun telingaku, ternyata sampai juga pendakian bersama akhi budi di puncak bukit empe awe, terlihat dari jauh hilir mudik peserta EC 4 (education camp IV) mencari pos yang sudah ditentukan oleh trainer, sesekali gema yel-yel peserta menambah ramai riuh ceria kegiatan hari terakhir EC 4. Disudut lain pemandangan dari atas bukit terlihat jelas mesjid pesantren berwarna putih di arah barat, posisinya yang agak tinggi di ikuti perumahan dan komplek sekolah bersusun bagaikan anak tangga yang bertepi dengan sawah di bawahnya menambah khas suasana pedesaan yang kini jarang ku lihat di Banda Aceh.
Angin mengalihkan pandanganku kearah lain, disana terlihat jelas barisan bukit yang dengan pandang rumput yang gersang disertai  lembah yang dipenuhi pepohonan. Sayang saat itu tidak ada kamera, sepertinya hambar jika tak mengambil panorama tersebut. Beberapa kali ku coba melepaskan kejenuhan dengan memencet tuts toa, yang suaranya melengking ke penjuru area. Bang budi langsung menginstruksikan kepadaku untuk memasang slayer hitam dan pada saat itu juga bang budi turun ke bawah untuk mengambil konsumsi.
Waktu terus berjalan, awan hitam mulai bersiap menghampiriku yang sedang duduk manis diatas puncak empe awe bersama rombongan peserta ikhwan yang berlomba mengambil slayer hitam, ane sadar ternyata  inilah dunia yang hilang tersebut, bersyukur bahwa tempat ini masih sangat asri belum terjamah tangan2 jahil manusia, ngak kebayang 2020 nanti seperti apa ya, ane rindu suasasna ini. Suasana di atas bukit empe awee menyanyikan lagu jejak (Izzis) bersama peserta ikhwan dan trainer lainnya. Langit menangis menemani perjalanan kami turun ke bumi (maksudnya turun ke bawah).

__THE END__



           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar