By : Rahmat Idris.
Kita adalah
generasi buih. romantis menurut kita adalah bila sudah dibukukan dan di
filmkan. sedangkan yang tertulis dalam sirah kita abaikan.
Kita
adalah generasi buih, menghabiskan waktu mendukung si lelaki dan
perempuan yang menari di atas panggung kontes factor X,Y,Z tanpa
mengerti apa sebenarnya keuntungan untuk kita. berdebat semalam suntuk
soal penampilan si A yang begitu
mempesona, si B yang kadung tinggi suara, si C yang unik kostumnya, lalu
tidur tanpa sadar meninggalkan kewajiban shalat isya.
Kita adalah
generasi buih, harga bawang merah dan putih naik saja kita mencaci
langit, meributkannya di forum2 diskusi, menuduh kanan kiri, namun
merasa jijik dan tidak pernah menghargai petani hortikultura.
Kita
adalah generasi buih, artis di idolakan bah berhala, pemain bola
diagungkan bak dewa. klub-klub eropa adalah majelis-majelis ilmu sejati.
mata lupa pejam hanya untuk menyaksikan performa mereka. memilih duduk
di cafe-cafe hingga tengah malam, namun ketika shalat jum'at, dua
ribupun enggan dimasukkan dalam celengan amal.
Kita adalah generasi
buih, menangis tersedu-sedu melihat program seandainya aku menjadi,
namun malah terbelalak aneh menatap serangan yahudi ke GAZA. sambil
berkata, "Kenapa mereka hobi benar perang tiada habisnya?"
Kita
adalah generasi buih, Ijazah adalah kehormatan, akidah bukanlah soal
yang harus dibanggakan. tidak bisa baca quran tidak mengapa, tidak bisa
berbahasa inggris adalah cela. lalu berharap diakhir hidup masuk syurga.
Kita adalah generasi buih, merasa merajai laut karena banyaknya, namun
kenyataannya hanya buangan sisa yang selalu dihempas kepantai oleh ombak
samudra.
Kita adalah generasi buih, dan selamanya buih adalah sia-sia.....
(dikutip dari status di Facebook beliau)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar