Menjadi Rijal di Setiap Fase Kehidupan
Alkisah, di sebuah kepulauan, terdapat sebuah negeri yang heterogen.
Negeri tersebut sangat unik. Dipimpin seorang raja yang dipilih oleh
suku-suku dan kepala adat. Namun uniknya, sang raja hanya dibatasi
berkuasa 1 tahun. Setelah 1 tahun, ia diarak -diberikan pakaian
kemegahan dari emas- dipilihkan gajah paling besar. Semua rakyat
dikumpulkan dan larut dalam tangis pilu. Mereka mengantar kepergian sang
raja, yang akan diasingkan ke sebuah pulau jauh dari pulau yang mereka
diami.
Pulau yang dikenal angker. Berisi hewan buas dan hutan
belukar yang menyeramkan. Selain ular bison, ular berbisa pun
bergentayangan. Belum lagi buaya hingga tikus-tikus hutan yang berbulu
tajam dan bergigi taring yang membuat bulu kuduk merinding. Beberapa
orang mantan raja sudah merasakan keganasan hutan. Kondisi yang membuat
banyak rakyat yang enggan menginjakkan kaki ke pulau tersebut.
Hingga suatu masa, datang giliran seorang anak muda alim untuk menerima
mandat menjadi raja. Si anak muda alim ini pun tak kuasa menolak. Ia pun
dilantik menjadi raja untuk masa bakti 1 tahun saja.
Saat
memerintah, sang raja muda ini terus berpikir, bagaimana caranya agar ia
selamat di penghujung kekuasaannya dan selamat pula hingga akhir
hayatnya. 'Cling ...! ada ide' kata raja muda alim ini.
Ia lantas membuat sayembara, isi sayembara adalah:
1. Dicari anak muda yang memiliki kecakapan desain, ilmu lingkungan, ilmu menaklukkan hewan, dan kekuatan fisik.
2. Dicari orang tua yang paling mengenal wilayah dan pulau-pulau.
3. Siap bekerja keras membangun negeri.
Berkat sayembara itu dan setelah dilakukan seleksi, terkumpullah 90
anak muda. Dengan wewenangnya, sang raja muda ini (tanpa sepengatahuan
rakyatnya) melakukan kunjungan ke pulau pembuangan yang terisolir tempat
berakhirnya mantan-mantan raja. Kunjungan dilakukan secara rutin,
berlangsung selama 1 minggu.
Bulan 1 : Raja berangkat bersama
10 orang ahli lingkungan. Mereka mengamati kondisi pulau 'pembuangan'
dan cara menaklukkan. Program dilaksanakan selama 1 minggu.
Bulan 2 : Raja membawa rombongan ahli planologi untuk memetakan wilayah pulau tersebut. Rencana kota pun dibuat.
Bulan 3 : Giliran orang-orang yang memiliki fisik kuat dibawa bersama
para penakluk hewan. Raja memerintahkan untuk menebangi pohon-pohon dan
mengisolasi hewan-hewan buas ke tempat-tempat khusus.
Bulan 4 :
Para ahli perancang bangunan mulai berdatangan. Bersama yang kuat
fisiknya, tiang pancang kota dan pondasi-pondasi dibuat.
Bulan 5
: Raja mengirim lebih banyak lagi kuli-kuli bangunan, bahan-bahan, para
petani dan ahli pembuat taman. Pada bulan ini Raja sudah mengirim
orang-orang ahli ibadah dan yang paham agama.
Bulan 6 hingga 10
: Raja fokus mengabdikan diri ke negeri asalnya. Lebih mengarah dan
terukur selain 3 minggu pengabdian yang ia lakukan. Masyarakat merasakan
pengorbanan sang raja muda.
Bulan 11 : Raja sudah melakukan
peresmian-peresmian, termasuk peresmian di pulau terisolir. Tak ada yang
mengetahui apa yang sudah dilakukan sang raja di pulau terisolir.
Bulan 12 : Para penasihat raja mulai menyiapkan acara perpisahan dengan
sang raja. Rakyat pun tak kuat menahan kesedihan. Tapi semua dituntut
mengikuti aturan yang berlaku.
Penasihat raja mengatakan, "Maafkan baginda, kami bukan tega. Tapi ini aturan. Kami harus mengirimkan Tuan ke pulau seberang."
Raja berkata, "Siap penasihat. Tidak mengapa. Saya akan patuh dengan aturan yang dibuat. Kapan dilaksanakan?"
Penasihat, "Secepatnya Tuan!"
Tepat di penghujung tahun, raja muda dibawa keliling menunggangi gajah
yang terbesar. Isak tangis semua rakyat mengiringi kepergian sang raja.
Tapi raja muda tetap tegar. Ia pun ikhlas diberlakukan seperti itu oleh
rakyatnya: dilupakan segala kebaikannya dan diasingkan ke pulau
terpencil. Dalam benak raja, 'mereka tidak tahu apa yang sudah aku
lakukan di pulau terpencil itu'.
Ya, raja muda sudah banyak
melakukan perubahan di pulau yang tadinya buas dan tempat pembuangan,
menjadi pulau yang indah, eksotik, dan penuh dengan fasilitas menarik.
Raja dan seluruh pekerja, menikmati kelezatan dari jerih payah pengorbanan dan kecerdasannya. Tanpa seorang pun mengetahuinya.
Hikmah Kisah
Sahabat, dari kisah di atas kita dapat memetik pelajaran berikut:
1. Selamat dan celakanya hidup kita, erat kaitannya dengan cara kita
membangun kapasitas diri. Hanya orang yang berjiwa besar saja, yang akan
mampu meraih puncak kesuksesan: menebar manfaat di dunia, menuai
ampunan dan surga Allah di akhirat.
2. Mengubah keadaan
ternyata tidak bisa dilakukan hanya dengan koar-koar. Ingatlah kaidah
yang mengatakan, likulli marhalah rijaaluhaa (dalam setiap fase hidup
akan ada tokoh-tokoh sentral). Rijal bukan manusia pemalas, suka tidur,
senang berdebat, atau hanya mencaci-maki keadaan. Perilaku demikian
jelas bukan bagian dari Sunnah dan Syariat Islam.
3. Amal
Jama'i bukanlah bergerombol mengerjakan satu pekerjaan. Namun setiap
individu mengerjakan sesuai spesialisasi, hingga bertemu pada satu
kesiapan bersama. Bayangkan jika kita hanya fokus pada satu program,
dengan menutup mata pada keahlian masing-masing. Bisa dipastikan kita
bukan beramal jama'i, tapi bergerombol dalam kerumunan.
4. Jika
memang tak suka dengan keadaan yang berlaku, maka sangat arif kita
mencari tempat baru dimana kita dapat mensosialisasikan program-program
kita. Tentu sangat ironis, ketika kita hanya menjadi manusia yang selalu
memburuk-burukkan keadaan di sekeliling, namun kita masih menjadi
penikmat sejati berlindung di balik 1000 dalih.
Tengoklah
sejarah, orang-orang besar adalah yang terdepan dalam amal nyata. Mari
belajar soal integritas dari sosok mujahid yang terdepan melawan
penjajah. Belajar ilmu dari ulama yang terukur keshalihan, karya nyata,
dan generasi pelanjutnya. Belajar sains teknologi, dari ilmuwan yang
sukses melahirkan produk yang telah teruji. Belajar teori-teori
peradaban dari jiwa-jiwa yang tak pernah melacurkan diri kepada
penghancur peradaban. Saat itu, kita tengah menuliskan takdir sejarah
kita, sebagai desainer kehidupan. Buktikan!
Wallahu a'lam.
18-3-2013 // By: Nandang Burhanudin
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar