25 Februari 2013. Sore
itu mendung menggelayut di langit Bandara Soekarno-Hatta. Sesekali rintik hujan
dan guntur pelan menyapa bumi. Awan masih pekat. Namun cuaca seakan berubah
begitu seorang pramugari menyambut dengan senyum manisnya, “Selamat sore
bapak, silakan dipilih koran-korannya,” menyapa dari pintu masuk Garuda
A330-300 Jkt – Bpn.
Saya amati belasan
jenis koran yang disediakan, pilih-pilih beberapa dan masuk kabin pesawat. Saya
membayangkan akan mendapat berita-berita positif tentang kemenangan Aher-Demiz
sehari sebelumnya. Selayaknya heroisme kemenangan Jokowi-Ahok beberapa waktu
lalu.
Tapi harapan tinggal
harapan. Berita kemenangan pasangan no. 4 selalu “didampingi” dengan berita
kasus yang menjerat LHI. Ditimpali juga dengan comotan komentar para penghujat
HA, sang Ketua Majelis Syuro’. Beberapa hari kemudian straight serta upper
cut dari majalah, koran, hingga media televisi lainnya terus menghunjam
bertubi-tubi. Belum lagi bully massal dari forum-forum online dan social media.
Saya berpikir, andai
PKS punya “saham” di media-media tersebut, hal seperti ini tidak akan terjadi.
Mungkinkah?
Saham
Saham adalah bentuk
penyertaan keterikatan. Keterikatan tersebut bisa berbentuk fisik atau
psikologis. Pemberian saham kosong awalnya merupakan bentuk penyertaan saham
psikologis. Apalagi dengan saham fisik, sudah tentu `penyaluran kepentingan’
menjadi semakin kuat.
Coba saja telusuri
semua media yang ada saat ini, di hulu mereka pasti akan bertemu dengan “kepentingan
saham” partai politik. Ini sudah jadi rahasia umum semua media. Bisa parpol
dengan kepanjangan tangan perusahaan lain yang berinvestasi, hubungan
pertemanan yang sangat kuat antara owner dan politikus, atau “hubungan
langsung” seperti Golkar dengan Viva Group, Nasdem dengan Metro Group,
(nantinya) Perindo/Hanura dengan MNC Gorup, dsb.
Bukan kemustahilan
juga jika PKS benar-benar berniat memiliki saham di media. Caranya juga mudah,
lewat tangan perusahaan legal tentunya. Potong saja dana umbul-umbul yang tidak
penting itu. Jika 1 paket umbul-umbul (plus biaya pajak, bambu, dan pemasangan)
sebesar Rp 100.000 dikali 33 provinsi dikali 1.000 buah/provinsi, sudah
terkumpul dana 3,3 Milyar. 300 juta untuk membuat perusahaan investasi
professional plus biaya operasional, 3 Milyar untuk tanam sahamnya. Dengan
begitu PKS sudah bisa “nitip isue” layaknya partai lain ke media.
Kelemahan mendasar
bagian Media PKS adalah tidak memiliki “saham” ke media-media, entah saham
psikologis apalagi saham fisik.
Silaturahim
“Barangsiapa ingin dibentangkan
pintu rizki untuknya dan dipanjangkan umur-nya hendaknya ia
menyambung SILATURAHMI.” (HR Bukhari Muslim)
Dalam konteks sebuah
parpol, RIZKI bisa bermakna;
- kemenangan Pilkada,
- kemenangan Pilpres,
- kenaikan suara Pemilu,
- banyaknya kader terekrut,
- lancarnya penggalangan dana anggota,
- kesuksesan kampanye, dan sebagainya.
Sedang PANJANG UMUR
bisa diartikan daya tahan parpol untuk tetap hidup dan berjaya. Banyak
pelajaran dari parpol-parpol yang jatuh bertumbangan. Oleh karena itu
sepantasnya daya tahan ini menjadi perhatian semua kader.
Ternyata rizki dan
panjang umur hanya membutuhkan sebuah syarat sederhana yaitu silaturahim.
Sekarang mari kita
diagnosa peran bagian Media PKS dengan kondisi saat ini.
Dalam paradigma lama,
Media adalah `konco wingking/teman belakang’, supporting system, noncore
activity, dsb. Artinya peran media hanya hadir sebagai penyokong operasional
yang `lebih terlihat’ hasilnya. Dahulu garda terdepan dakwah adalah bagian
Syiar, Kaderisasi, dan sejenisnya. Seberapa besar rekrutmen yang dilakukan
menjadi tolak ukur utama sebuah pencapaian. Peran bagian Media direduksi dengan
pembuatan bulletin internal, protokoler konferensi press, pelatihan-pelatihan
internal, dokumentasi kegiatan, dan sejenisnya. Namun satu hal dilupakan, zaman
sudah berubah dan seharusnya direspon dengan perubahan paradigma pula.
Jika paradigm lama
peran Media sebagai `garda belakang’ maka sekarang harus berubah sebagai `garda
terdepan’. Media harus mampu membangun serta membina jaring-jaring komunikasi
sebelum semua bagian lainnya bergerak. Sudah saatnya pengurus Media PKS
sering-sering silaturahim informal ke para awak wartawan dan pemred semua media
nasional /lokal. Ada pepatah tak kenal maka tak sayang, sangat benar pula
adanya.
Suatu waktu saya
`dijebak’ menyelesaikan demonstrasi di lapangan pengeboran migas perusahaan
saya bekerja di daerah Kutai Timur, Kaltim. Puluhan pemuda ber-mandau
memblokir akses pengeboran sehingga aktivitas total terhenti. Hanya mobil BBM
dan catering yang bisa masuk lokasi. Stand by cost per hari waktu itu 1
M, jadi kami sudah rugi segitu dalam sehari pemblokiran. Tanpa sengaja ternyata
dari pagi saya sudah bercanda tawa bersama `otak’ demonstrasi itu di rumah
Kepala Desa. Sore hari info baru masuk ke saya dan langsung saya hubungi sang
dalang. Hanya sebentar negosiasi blokir langsung dibuka seterusnya.
Saham psikologis yang
dibangun dengan ketulusan sangat penting. Bagaimanapun para awak press adalah
manusia juga. Mereka membutuhkan interaksi layaknya manusia yang dimanusiakan.
Cobalah bagian Media PKS merancang program-program interaksi informal bersama
awak media. Sering ngopi bareng, dengerin curhat mereka, serta
aktivitas-aktivitas informal lainnya. Jika ada putra-putri para wartawan itu yang
berprestasi, salurkan beasiswa buat mereka. Jika perlu dibuat program apresiasi
kinerja wartawan. Ini bukan untuk menyuap awak media agar memberitakan
kebaikan-kebaikan PKS, namun jauh di atas itu semua yaitu rahmaatan lil’alamin.
Apakah setelah itu tidak
ada berita-berita buruk terhadap PKS? Pasti tetap ada selama “pemesan” berita
masih ada. Namun setidaknya menjadi lebih adil di sisi lain. Karena para awak
press tahu persis siapa PKS. Mereka kenal siapa PKS. Terlebih mereka punya
ikatan saham psikologis.
Laskar Garuda
Ibarat perang Hunain,
jutaan kader dan simpatisan yang saat ini memiliki akun twitter maupun Facebook
laksana laskar pemanah yang sedang tercerai berai. Mereka sedang menunggu
bangkitnya sang “Panglima Garuda”, yang hingga kini tertidur nyenyak. Panglima
yang mampu membangkitkan motivasi dan serangan udara massif ke seluruh penjuru
nusantara bahkan dunia. Menggelorakan semangat perang opini lewat media social
raksasa. Mengkomando jutaan panah-panah maya untuk mengimbangi pemberitaan media
mainstream yang sering tak adil. Ketika media mainstream sudah tidak mampu
diandalkan lagi sebagai penyedia informasi berimbang, maka saatnya laskar
“Garuda” bangkit melawan. Diam tertindas atau bangkit melawan!
Semua sudah mahfum,
PKS beberapa lama ini menjadi bulan-bulanan media. Bahkan sudah mengarah ke mass
bullying dan character assasination. Hal ini tak akan bisa
dihindari, hanya saja menjadi tidak adil dibandingkan dengan perlakuan sejenis
ke partai lain. Namun bukan berarti PKS hanya pasrah tiap hari membaca
berita-berita negative. Dalam Blue Ocean Strategy, karya W. Chan Kim and Renée
Mauborgne, jika tak ingin berdarah-darah berkompetisi dalam lautan yang sudah
jenuh pemain, lebih baik membuat samudra biru permainan sendiri. Saat ini semua
pemain konvensional sudah menggarap media mainstream untuk dukungan politik
mereka. Jika PKS punya uang besar silakan turut bermain. Keruntuhan media cetak
raksasa di Amerika akan menular ke media-media cetak Indonesia, cepat atau
lambat. Jadikan itu sebagai moment untuk menciptakan samudera biru yaitu social
media dan media online.
Dalam tataran
implementasi, jadikan Kaskus, Kompasiana, Indoforum, Twitter, Facebook,
Linkedin, Taiwoo, Instagram, Detik Forum, dsb sebagai Wilayah Teritorial
yang harus ditaklukkan. Angkat dan bentuk Komandan Kaskus beserta
pasukannya, begitu juga Komandan Kompasiana, Komandan Indoforum, Komandan
Twitter, Komandan Facebook, dsb. Bangun sebuah tatanan kewiraan social media
yang rapi. Di tingkat paling atas bentuklah Tim Analyst sebagai thinker
seluruh operasi ambush. Kombinasi para Analyst – Komandan – Pasukan
akan membentuk sebuah raksasa barikade pasukan udara yang luar biasa massif.
Inilah Laskar Garuda.
Dengan modal
pengkaderan PKS yang terbukti paling solid dan rapi di antara semua partai,
hanya butuh jentikkan jari saja sebenarnya untuk menciptakan Laskar Garuda.
Hanya butuh ide besar dan sebuah taklimat!
Tapi sayang saya bukan
Ketua Media PKS …. hehehehe. (ngimpi.com :) )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar