Jumat, 08 Maret 2013

Media PKS, di Manakah Dirimu?



 25 Februari 2013. Sore itu mendung menggelayut di langit Bandara Soekarno-Hatta. Sesekali rintik hujan dan guntur pelan menyapa bumi. Awan masih pekat. Namun cuaca seakan berubah begitu seorang pramugari menyambut dengan senyum manisnya, “Selamat sore bapak, silakan dipilih koran-korannya,” menyapa dari pintu masuk Garuda A330-300 Jkt – Bpn.

Saya amati belasan jenis koran yang disediakan, pilih-pilih beberapa dan masuk kabin pesawat. Saya membayangkan akan mendapat berita-berita positif tentang kemenangan Aher-Demiz sehari sebelumnya. Selayaknya heroisme kemenangan Jokowi-Ahok beberapa waktu lalu.

     Tapi harapan tinggal harapan. Berita kemenangan pasangan no. 4 selalu “didampingi” dengan berita kasus yang menjerat LHI. Ditimpali juga dengan comotan komentar para penghujat HA, sang Ketua Majelis Syuro’. Beberapa hari kemudian straight serta upper cut dari majalah, koran, hingga media televisi lainnya terus menghunjam bertubi-tubi. Belum lagi bully massal dari forum-forum online dan social media.

Saya berpikir, andai PKS punya “saham” di media-media tersebut, hal seperti ini tidak akan terjadi. Mungkinkah?


Saham 


     Saham adalah bentuk penyertaan keterikatan. Keterikatan tersebut bisa berbentuk fisik atau psikologis. Pemberian saham kosong awalnya merupakan bentuk penyertaan saham psikologis. Apalagi dengan saham fisik, sudah tentu `penyaluran kepentingan’ menjadi semakin kuat.

     Coba saja telusuri semua media yang ada saat ini, di hulu mereka pasti akan bertemu dengan “kepentingan saham” partai politik. Ini sudah jadi rahasia umum semua media. Bisa parpol dengan kepanjangan tangan perusahaan lain yang berinvestasi, hubungan pertemanan yang sangat kuat antara owner dan politikus, atau “hubungan langsung” seperti Golkar dengan Viva Group, Nasdem dengan Metro Group, (nantinya) Perindo/Hanura dengan MNC Gorup, dsb.

       Bukan kemustahilan juga jika PKS benar-benar berniat memiliki saham di media. Caranya juga mudah, lewat tangan perusahaan legal tentunya. Potong saja dana umbul-umbul yang tidak penting itu. Jika 1 paket umbul-umbul (plus biaya pajak, bambu, dan pemasangan) sebesar Rp 100.000 dikali 33 provinsi dikali 1.000 buah/provinsi, sudah terkumpul dana 3,3 Milyar. 300 juta untuk membuat perusahaan investasi professional plus biaya operasional, 3 Milyar untuk tanam sahamnya. Dengan begitu PKS sudah bisa “nitip isue” layaknya partai lain ke media.

       Kelemahan mendasar bagian Media PKS adalah tidak memiliki “saham” ke media-media, entah saham psikologis apalagi saham fisik.


Silaturahim

Barangsiapa ingin dibentangkan pintu rizki untuknya dan dipanjangkan umur-nya hendaknya ia menyambung SILATURAHMI.” (HR Bukhari Muslim)

Dalam konteks sebuah parpol, RIZKI bisa bermakna;

  1. kemenangan Pilkada,
  2. kemenangan Pilpres,
  3. kenaikan suara Pemilu,
  4. banyaknya kader terekrut,
  5. lancarnya penggalangan dana anggota,
  6. kesuksesan kampanye, dan sebagainya.

Sedang PANJANG UMUR bisa diartikan daya tahan parpol untuk tetap hidup dan berjaya. Banyak pelajaran dari parpol-parpol yang jatuh bertumbangan. Oleh karena itu sepantasnya daya tahan ini menjadi perhatian semua kader.

      Ternyata rizki dan panjang umur hanya membutuhkan sebuah syarat sederhana yaitu silaturahim.

Sekarang mari kita diagnosa peran bagian Media PKS dengan kondisi saat ini.

Dalam paradigma lama, Media adalah `konco wingking/teman belakang’, supporting system, noncore activity, dsb. Artinya peran media hanya hadir sebagai penyokong operasional yang `lebih terlihat’ hasilnya. Dahulu garda terdepan dakwah adalah bagian Syiar, Kaderisasi, dan sejenisnya. Seberapa besar rekrutmen yang dilakukan menjadi tolak ukur utama sebuah pencapaian. Peran bagian Media direduksi dengan pembuatan bulletin internal, protokoler konferensi press, pelatihan-pelatihan internal, dokumentasi kegiatan, dan sejenisnya. Namun satu hal dilupakan, zaman sudah berubah dan seharusnya direspon dengan perubahan paradigma pula.

       Jika paradigm lama peran Media sebagai `garda belakang’ maka sekarang harus berubah sebagai `garda terdepan’. Media harus mampu membangun serta membina jaring-jaring komunikasi sebelum semua bagian lainnya bergerak. Sudah saatnya pengurus Media PKS sering-sering silaturahim informal ke para awak wartawan dan pemred semua media nasional /lokal. Ada pepatah tak kenal maka tak sayang, sangat benar pula adanya.

      Suatu waktu saya `dijebak’ menyelesaikan demonstrasi di lapangan pengeboran migas perusahaan saya bekerja di daerah Kutai Timur, Kaltim. Puluhan pemuda ber-mandau memblokir akses pengeboran sehingga aktivitas total terhenti. Hanya mobil BBM dan catering yang bisa masuk lokasi. Stand by cost per hari waktu itu 1 M, jadi kami sudah rugi segitu dalam sehari pemblokiran. Tanpa sengaja ternyata dari pagi saya sudah bercanda tawa bersama `otak’ demonstrasi itu di rumah Kepala Desa. Sore hari info baru masuk ke saya dan langsung saya hubungi sang dalang. Hanya sebentar negosiasi blokir langsung dibuka seterusnya.

Saham psikologis yang dibangun dengan ketulusan sangat penting. Bagaimanapun para awak press adalah manusia juga. Mereka membutuhkan interaksi layaknya manusia yang dimanusiakan. Cobalah bagian Media PKS merancang program-program interaksi informal bersama awak media. Sering ngopi bareng, dengerin curhat mereka, serta aktivitas-aktivitas informal lainnya. Jika ada putra-putri para wartawan itu yang berprestasi, salurkan beasiswa buat mereka. Jika perlu dibuat program apresiasi kinerja wartawan. Ini bukan untuk menyuap awak media agar memberitakan kebaikan-kebaikan PKS, namun jauh di atas itu semua yaitu rahmaatan lil’alamin.

     Apakah setelah itu tidak ada berita-berita buruk terhadap PKS? Pasti tetap ada selama “pemesan” berita masih ada. Namun setidaknya menjadi lebih adil di sisi lain. Karena para awak press tahu persis siapa PKS. Mereka kenal siapa PKS. Terlebih mereka punya ikatan saham psikologis.


Laskar Garuda

      Ibarat perang Hunain, jutaan kader dan simpatisan yang saat ini memiliki akun twitter maupun Facebook laksana laskar pemanah yang sedang tercerai berai.  Mereka sedang menunggu bangkitnya sang “Panglima Garuda”, yang hingga kini tertidur nyenyak. Panglima yang mampu membangkitkan motivasi dan serangan udara massif ke seluruh penjuru nusantara bahkan dunia. Menggelorakan semangat perang opini lewat media social raksasa. Mengkomando jutaan panah-panah maya untuk mengimbangi pemberitaan media mainstream yang sering tak adil. Ketika media mainstream sudah tidak mampu diandalkan lagi sebagai penyedia informasi berimbang, maka saatnya laskar “Garuda” bangkit melawan. Diam tertindas atau bangkit melawan!

      Semua sudah mahfum, PKS beberapa lama ini menjadi bulan-bulanan media. Bahkan sudah mengarah ke mass bullying dan character assasination. Hal ini tak akan bisa dihindari, hanya saja menjadi tidak adil dibandingkan dengan perlakuan sejenis ke partai lain. Namun bukan berarti PKS hanya pasrah tiap hari membaca berita-berita negative. Dalam Blue Ocean Strategy, karya W. Chan Kim and Renée Mauborgne, jika tak ingin berdarah-darah berkompetisi dalam lautan yang sudah jenuh pemain, lebih baik membuat samudra biru permainan sendiri. Saat ini semua pemain konvensional sudah menggarap media mainstream untuk dukungan politik mereka. Jika PKS punya uang besar silakan turut bermain. Keruntuhan media cetak raksasa di Amerika akan menular ke media-media cetak Indonesia, cepat atau lambat. Jadikan itu sebagai moment untuk menciptakan samudera biru yaitu social media dan media online.

       Dalam tataran implementasi, jadikan Kaskus, Kompasiana, Indoforum, Twitter, Facebook, Linkedin, Taiwoo, Instagram, Detik Forum, dsb sebagai Wilayah Teritorial yang harus ditaklukkan. Angkat dan bentuk Komandan Kaskus beserta pasukannya, begitu juga Komandan Kompasiana, Komandan Indoforum, Komandan Twitter, Komandan Facebook, dsb. Bangun sebuah tatanan kewiraan social media yang rapi. Di tingkat paling atas bentuklah Tim Analyst sebagai thinker seluruh operasi ambush. Kombinasi para Analyst – Komandan – Pasukan akan membentuk sebuah raksasa barikade pasukan udara yang luar biasa massif. Inilah Laskar Garuda.

     Dengan modal pengkaderan PKS yang terbukti paling solid dan rapi di antara semua partai, hanya butuh jentikkan jari saja sebenarnya untuk menciptakan Laskar Garuda. Hanya butuh ide besar dan sebuah taklimat!

Tapi sayang saya bukan Ketua Media PKS …. hehehehe. (ngimpi.com :) )


Tidak ada komentar:

Posting Komentar