" tak sengaja ana menemukan sebuah catatan blog yang isi begitu menarik dan sesuai dengan kondisi yang pernah ane rasakan di ldk al-ihsan fp unsyiah"
Kadang
Kita Siput
Afwan akhi, ane telat datang nich,
Akh, Sabtu-Ahad depan ada undangan daurah,
Acara liqo’-nya dimajukan besok lusa akh,
Akh, Sabtu-Ahad depan ada undangan daurah,
Acara liqo’-nya dimajukan besok lusa akh,
Hmmm, tiga contoh ungkapan di atas kadang datang
menghiasi telinga kita. Datang telat saat acara liqo’, pemberitahuan acara yang
serba mendadak, atau sejenisnya. Sungguh disayangkan ketika semua peristiwa di
atas ikut “menghiasi” agenda yang begitu pentingnya, yakni dakwah,
apalagi muncul dari pelaku yang menyandang sebutan “kader dakwah”.
Mungkin tak pernah terlintas dalam pikiran kita, saat
kita telat datang dalam menghadiri sebuah agenda yang telah disepakati bersama
itu berarti kita telah “menyiayiakan” waktu al-akh yang lain yang datangnya
lebih awal. Keterlambatan kita datang akan berdampak pada “molor”-nya acara dan
tentunya akan berdampak pula pada agenda-agenda pasca “acara” yang mungkin
telah disusun rapi oleh seorang al-akh. Atau saat kita memberitahukan sebuah
agenda secara mendadak (misalnya hanya beberapa hari sebelum hari H), bisa jadi
hal itu akan berdampak pada peng-cancle-an agenda-agenda lain yang telah
disusun seorang al-akh jauh hari sebelumnya.
Ada sebuah “sifat” yang harus melekat diantara al-akh,
yakni sikap senantiasa mau mema’afkan, tsiqah dan ketaataan. Di segala “lini
dakwah” dan kondisi, tiga sifat tersebut haruslah senantiasa dimiliki.
Tapi jangan sampai “tiga sifat” tersebut seolah-olah “dibenturkan” dengan
beberapa “peristiwa” atau “ungkapan” seperti di atas. Artinya, biarlah “tiga
sifat” tersebut tumbuh di setiap al-akh dengan alamiyah dan proses “penempaan”
yang baik. Misalnya, janganlah “peristiwa” keterlabatan seorang al-akh datang
ke sebuah acara dijadikan sebuah “latihan” guna menumbuhkan “rasa maklum dan
memaafkan”. Atau, janganlah “pemberitahuan/undangan mendadak” dijadikan sebuah
“latihan” guna menumbuhkan “ketaatan”.
Terakhir, mari kita renungi lagi 10 muwassafat yang
harus dimiliki oleh setiap al-akh. Jika kesepuluh muwassafat tsb bisa “melekat”
di setiap al-akh, InsyaaALLOH akan terlahir kader dakwah yang “tangguh” dan
“profesional” yang akan mampu mengemban amanah dakwah di era modern ini. Salah
satu dari 10 muwassafat yang terkait dengan tulisan ini yakni, Pandai menjaga
waktu (harishun ala waqtihi) yang merupakan faktor penting bagi manusia. Hal
ini karena waktu itu sendiri mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah
dan Rasul-Nya. Allah Swt banyak bersumpah di dalam Al-Qur’an dengan menyebut
nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan sebagainya.
Allah Swt memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama setiap, yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: ‘Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan waktu.’ Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi.
Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk memanaj waktunya dengan baik, sehingga waktu dapat berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia.
Allah Swt memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama setiap, yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: ‘Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan waktu.’ Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi.
Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk memanaj waktunya dengan baik, sehingga waktu dapat berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar